Salah
satu media yang dipergunakan untuk berzikir adalah tasbih. Benda ini sudah
dikenal secara luas, bahkan pada masa sebelum Islam. Di Timur Tengah, tasbih
disebut dengan nama subhah. Dalam bahasa Sanskerta kuno, tasbih disebut dengan
nama jibmala.
Asal
muasal benda ini masih simpang siur. Tidak ada sumber resmi yang menerangkan
asal muasal tasbih. Ada literatur umat Budha menggunakan media semacam tasbih
dengan hitungan sebanyak 180 butir.
Syekh
Bakr bin Abdillah Abu Zaid dalam Da’iratul-Ma’arif Al-Islamiyyah 11/233-234
dan Al-Mausu’at Al-‘Arabiyyah Al-Muyassarah 1/958 menyebut alat
serupa tasbih juga digunakan dalam agama Katolik. Bedanya, tasbih kaum Katolik
hanya terdiri dari 50 biji. Tasbih
itu relatif kecil, dan dibagi oleh empat biji pemisah dengan biji tasbih besar.
Sedangkan mata tasbih ditandai dengan tanda salib.
Sementara
dalam tradisi Islam, tasbih digunakan untuk berzikir, terutama ketika selepas
shalat. Jadi, tasbih dibagi menjadi tiga kelompok yang masing-masing berjumlah
33 biji tasbih. Hal ini sesuai dengan tuntunan zikir selepas shalat, yakni 33
kali kalimat subhanallah, 33 kali alhamdulillah, dan 33 kali Allahu akbar.
Ulama
berbeda pendapat dalam menyikapi penggunaan tasbih. Ada ulama yang
memperbolehkan tasbih untuk berzikir namun ada juga yang menolaknya. Bagi ulama
yang menolak, tasbih bukan tradisi yang berasal dari Islam.
Seorang
Muslim hendaknya mencukupkan diri menghitung bilangan zikir dengan tangan
sesuai hadis dari Umar bin Khattab RA. “Rasulullah SAW menghitung
zikirnya dengan jari-jari dan menyarankan para sahabatnya supaya mengikuti cara
beliau.” (HR Abu Dawud, Tirmidzi, an-Nasai dan al-Hakim).
Menggunakan
tasbih sebagai alat menghitung zikir juga disebut kelompok yang menolak sebagai
perbuatan bid'ah. Sementara
kalangan yang membolehkan berpendapat anjuran untuk menghitung zikir dengan
jari seperti dalam hadis tersebut bukan berarti mengharamkan cara lain. Dalam
sejumlah hadis lain didapati, para shahabiyah juga mempergunakan media seperti
batu dan biji kurma untuk menghitung zikir. Tapi hal ini tidak mendapatkan
penolakan dari Rasulullah SAW.
Seperti
sebuah hadis dari istri Rasulullah SAW, Shofiyah yang mengisahkan ketika suatu
kali suaminya SAW datang kerumahnya. Rasulullah SAW melihat ada 4 ribu biji
kurma dan menanyakannya."Hai Binti Huyay, apakah itu?" Shofiyyah pun
menjawab, "Itulah yang kupergunakan untuk menghitung zikir". Kemudian
Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya engkau dapat berzikir lebih banyak
dari itu". Shofiyyah menyahut, "Ya Rasulallah, ajarilah aku". Rasulullah
SAW kemudian bersabda, "Sebutlah, Maha Suci Allah sebanyak ciptaan-Nya”.
(HR Tirmizi, Hakim, dan Thabrani).
Dari
hadis ini beberapa ulama berpendapat Rasulallah SAW tidak melarang istrinya
Shofiyyah menggunakan biji kurma untuk menghitung zikirnya. Malah Beliau SAW
memesankan bahwa Shofiyah bisa berdzikir lebih banyak dari itu.
Sahabat
lain seperti Abu Hurairah RA juga mempergunakan media lain untuk berzikir.
Seperti diriwayatkan Abu Dawud, Abu Hurairah mempunyai sebuah kantong berisi batu kerikil
yang ia gunakan untuk berzikir. Abu Syaibah yang mengutip hadis Ikrimah juga
mengatakan, bahwa Abu Hurairah mempunyai seutas benang dengan bundelan seribu
buah. Ia baru tidur setelah berdzikir dua belas ribu kali.
Sejumlah
pakar sejarah Islam juga menolak bahwa tasbih merupakan warisan budaya Budha
atau Hindu. Alasannya, tidak ada sumber valid yang bisa dipertanggungjawabkan
keabsahannya.
Sumber;
http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/khazanah/14/05/02/n4xo3r-asal-mula-tasbih
No comments:
Post a Comment